Monday, February 11, 2013

Dari Mereka, Para Pembaca Pertama


M. AAn Mansyur (@aanmansyur), Penikmat Puisi :
 “Puisi Kristo Baskoro adalah rumah yang nampak sederhana. Orang-orang yang melintas di depannya akan sedikit sulit jatuh cinta pada pembacaan pertama. Puisi Kristo Baskoro adalah rumah yang menginginkan pembaca datang sebagai tamu, bukan sekadar seorang yang melintas, menoleh, atau berhenti sejenak di depan pagar. Puisi Kristo Baskoro adalah rumah berisi ruangan hangat dan nyaman. Di sanalah, di pusat puisinya yang nampak sederhana, Kristo Baskoro menjadi Tuan Rumah yang ramah mengajakmu bercakap perihal dirinya—yang kemudian akan kamu sadari sebagai perihal dirimu sendiri. Begitulah, yang kurasakan ketika datang ke rumah puisi Kristo Baskoro. Pada mulanya, aku sekadar seorang tamu. Pada akhirnya, aku merasa seorang tuan rumah.”


***


Connie (@Dear_Connie), Penulis Lepas:
"Teorema Pagi" adalah kumpulan puisi dan prosa pendek yang bertemakan kesederhanaan, kasih sayang, pengalaman spiritual, dan kehidupan seorang pemuda bernama Kristo. Dituturkan apa adanya, tanpa bahasa berbunga-bunga yang sulit dimengerti oleh awam. Menghangatkan hari yang paling dingin sekali pun, dengan atau tanpa secangkir teh atau kopi dalam gengggaman.

Kristo yang merindu ketika menuliskan buah pemikiran dan perasaannya, Kristo yang saat ini pun masih merindu untuk pulang ke rumah.

Saya yakin saat sembuh nanti, Kristo akan mempunyai lebih banyak cerita yang dapat dia tuliskan selama tidurnya. Dan ia akan kembali meneruskan pencariannya terhadap sosok-sosok yang ia rindukan.

Cepat sembuh dan menulislah kembali, Kristo Baskoro!


***

Dodi Prananda (@pranandadodi), penikmat sastra. Penulis buku puisi ‘Musim Mengenang Ibu’  : 
Bagi saya, kekhasan tulisan-tulisan Kristo (khususnya puisi) terletak pada kemahiran Kristo yang dalam kesederhanaan katanya, mampu menyelipkan kekayaan maknanya. Beberapa puisinya, begitu lengkap memotret apa yang menjadi ikhwal keresahan manusia dalam lanskap kehidupannya masing-masing. Beberapa tulisan lainnya, mengajak kita ‘duduk’ bagai ajakan untuk ngopi bersama dengan secangkir puisinya, dan Kristo mengajak kita untuk merenung, merayakan bersama ‘kegelisahan’, bahkan sekadar berkaca lewat apa yang ditawarkannya sebagai pemikiran alternatif. Dan menariknya, terkadang tanpa kita sadari, Kristo menyelesaikannya dengan tiba-tiba, sesudahnya mampu membuat kita terhenyak. 


***

Falla Adinda (@falla_adinda) , penulis buku Heart Emergency:  
“Membaca buku ini membuat saya terbawa pergi, terbang dan terhempas jauh ke dalam lukisan kata seorang Kristo. Sebuah coretan luar biasa indah dari seorang yang luar biasa hebat. Pejuang tersebut menuliskan keindahan pada banyaknya kumpulan frase indah, semua bersatu. Buku ini seperti teh tarik panas di sore hari, pas; tidak berlebihan dan indah.”

***
Starlian Berliana (@starlian), Kekasih Hujan:
Menemukan sisi lain dari seorang Kristo Baskoro yang biasanya saya tahu tidak banyak bicara. Ada banyak perihal yang akhirnya bisa saya nikmati darinya. Menjadi bagian dari pembuatan buku ini kehormatan bagi saya.Lekas sembuh Kristo agar bisa berbagi banyak cerita lagi tanpa harus saling berdiam. Saya tunggu senyummu hampiri saya nanti. 

***


Ari Dagienkz (@dagieknz), Penyiar Radio

Here's what I'm gonna say..

Saya ngga pernah berjumpa seorang Kristo Baskoro, kenal pun tidak.
Tapi dari kumpulan tulisan Kristo ini saya sedikit merasa kenal dia.
Sederhana, nyata dan menyentuh, itu yg saya rasa dari kumpulan tulisan2 Kristo.
Saya menunggu senyum Kristo disaat ia tau kalau banyak orang yg juga akan tersenyum membaca bukunya ini.

***

Hilbram Dunar - penulis buku & pekerja dunia hiburan 

Puisi-puisi Kristo Baskoro membuat saya terbawa menari dengan kata-kata. Tarian yang tidak biasa tapi memiliki arti dalam rasa. 
Kalimat yang tersusun memiliki arti yang bisa dinikmati dalam kesederhanaan situasi. 

***


Romo Jost Kokoh (@RomoJostKokoh), “WTS” - Writer Trainer Speaker
“O Puncta Simplicitas”.
“…Makanya, balik arah lah.
biar kita bisa saling pandang,
untuk kemudian saling tahu,
untuk kemudian saling mengerti; utuh, seluruh, penuh.
biar matamu menangkap mataku yang sibuk menjelajahi jiwamu…”
(Christo)
O puncta simplicitas.
Titik titik kesederhanaan! Itulah yang coba diungkit-rakitnya menjadi satu baris-garis estetis dalam relung larung puisi dan karung marung prosa sederhananya. Otentik, unik dan kadang menggelitik. Ada yang klasik, ada juga yang menarik. Ada kisah yang datang dan pergi. Ada juga kasih yang datang mengilhami, yah karena kesederhanaannya untuk sepenuh hati “mencatat cerita” dan sepenuh budi “memberi makna” pada setiap perjumpaan kehidupan. Bukankah tepat kata Thomas Carlyle, “jika sebuah buku lahir dari hati, ia berusaha menjangkau banyak hati yang lain juga”, bukan?
Sederhananya, lewat “puncta”, atau semacam titik-titik sederhana yang berangkat dari kontemplasi sederhana inilah, kita tak perlu mencari Tuhan jauh-jauh, karena segala sesuatu, bahkan yang biasa dan sederhana adalah penjelmaan Tuhan yang luar biasa dan istimewa. Baginya, Tuhan bukan hanya untuk dipikirkan tetapi untuk dihayati lewat dunia harian, lewat olah rasa hati dan cita rasa budi sehari-hari, yah budi yang kreatif, yang benar-benar ber-“budi” sekaligus ber-”budaya”, bukan melulu sebagai budi yang substantif apalagi sekedar normatif, bukan?
Yah, setiap hari dan berhari-hari: Ia terus bernyanyi seperti burung, tak perduli siapa yang mendengar, dan apa yang mereka pikirkan, karena baginya hidup adalah juga sebuah pembacaan puisi: kadang romantis, sesekali skeptis. Kadang ironik dan problematik. Kadang ada tawa dan tangis, pesimis dan optimis. Katanya sendiri: “Kamu dan aku seperti pagi dan malam, selalu berkejaran meski terkadang bersisian.” Yah, ia sedang terus menulis puisi dalam hidupnya, di taman bunga masa mudanya karena dia yakin hidup harian itu penuh nuansa dan cerita. Dengan budidaya yang kreatif inilah, jelas baginya menulis adalah bekerja untuk keabadian, dan idenya bisa jadi menjadi abadi karena mau dibagi.  Proficiat Kristo Baskoro. ”Scribo ergo sum- Aku menulis maka aku ada.”
Jangan tanggung jangan kepalang,
Bercipta mencipta
Bekerja memuja
Berangan mengawan.
***

Moammar Emka (@moammaremka), Penulis
"Terimakasih, Kristo, telah membawaku ke sebuah negeri kata dengan anyaman yang begitu indah, sederhana dan sarat makna. 

Pagi yang kau ceritakan, senja yang kau bingkai, kekasih yang kau peluk, rindu yang kau jaga, hati yang kau pilih dan setiap huruf yang kau muntahkan,  tak ubahnya aku dalam "keakuan" - ku. 

Terimakasih, Kristo.



No comments: